Handphone Nara berdering pendek dan dia melihat ada sebuah pesan masuk. Pesan itu dari Henry. Dia langsung membuka dan membaca pesan singkat itu. Sebuah senyuman mengembang di bibirnya.
Nanti sore jam enam aku akan menunggumu di Sungai Han depan flat kakakmu. Ada yang ingin kukatakan padamu.
“Dari siapa?” Tanya Hye Kyo penasaran.
“Xian Hua oppa. Dia menungguku di Sungai Han nanti sore.” Jawab Nara.
“Menunggumu di Sungai Han? Untuk apa?”
Nara mengangkat bahunya, “molla. Katanya, ada yang ingin dia katakan padaku.” Jelasnya.
“Nara, aku yakin dugaanku waktu itu benar. Dia itu menyukaimu, Nara.” Kata Hye Kyo ngotot.
“Eonni, aku menyukai dia itu sebagai idolaku saja. Dan dia juga hanya menganggapku sebagai fans yang kemudian dijadikan seorang teman biasa olehnya. Tidak lebih.” Sangkal Nara.
“Percayalah padaku, Nara. Dugaanku pasti benar.” Ucap Hye Kyo.
***
Sore hari ini, Henry dan teman-temannya sudah sampai di asrama lebih awal. Mereka baru pulang setelah syuting sebuah acara musik di salah satu stasiun televisi Korea.
“Hyeong, aku pergi dulu.” Ucap Henry pada Han Kyung dan dia cepat-cepat menuju pintu keluar.
“Mau ke mana lagi? Bukankah kita baru sampai?” Tanya Han Kyung.
“Ne, tapi aku harus segera pergi.”
“Mau ke mana?” Tanya Kyu Hyun sambil memainkan PSP-nya.
“Ke rumah Nara.” Jawab Eun Hyuk cepat. Semua orang melirik ke arah Eun Hyuk dan dia menatap ke arah Henry sambil tersenyum ramah. Henry mengangguk. “Aku pergi dulu.”
“Xiao xin a!” Ucap Dong Hae kemudian.
Setelah itu, Henry menghilang dari balik pintu dan teman-temannya berkumpul di ruangan tengah.
“Dari mana kau tahu dia mau pergi ke rumah Nara?” Tanya Han Kyung.
“Aku hanya menebaknya dan kebetulan tebakanku benar.” Jawab Eun Hyuk santai.
“Jamkamman! Nara adalah gadis yang bertemu dengan kita setelah konser, bukan?” Kyu Hyun mengetuk-ngetuk dagunya sambil kembali mengingat-ingat.
Eun Hyuk mengangguk. “Nae arayo, sejak pertama kali dia bertemu dengan Nara di bandara, Xian Hua sudah menyukainya. Lalu, dia sendiri juga sudah mengakuinya padaku.” Ujar Eun Hyuk.
“Hebat! Baru kali ini, aku melihat Henry berani mendekati seorang gadis. Hahaha…” Seru Dong Hae sambil tertawa kecil.
“Aku senang karena akhirnya dia bisa melupakan pacarnya dulu.” Ucap Eun Hyuk. “Walaupun itu sulit.” Lanjutnya.
***
“Eonni, aku pergi dulu!” Seru Nara. “Sudah jam enam lewat. Aku telat…~”
“Ne, hati-hati.” Hye Kyo menasehati.
Kemudian Nara pergi keluar flat menuju Sungai Han yang berada tepat di depan bangunan flat Hye Kyo. Dia melihat Henry sedang duduk di tepi Sungai Han sambil mendengarkan lagu. Dia pun langsung berlari menghampiri Henry kemudian duduk di samping Henry.
“Jeoseongeyo, aku telat.” Gumam Nara.
Henry melepaskan headsetnya dan menyapa Nara, “gwaenchanha. Aku juga baru datang.”
“Tadi, oppa bilang, ada yang kau katakan padaku.”
“Ne, memang ada sesuatu yang ingin kuungkapkan padamu.” Aku Henry sambil menatap aliran Sungai Han yang tenang sore itu. Langit sudah mulai menguning dan matahari sudah tidak menampakkan wajahnya.
“Tentang apa?” Tanya Nara penasaran.
“Aku tidak tahu, apa aku boleh mengungkapkan semuanya padamu. Tapi, aku memang sudah tidak bisa menyimpannya sendiri. Aku harus jujur padamu.” Henry menghela nafas. Detak jantung sangat cepat, dia sangat gugup.
“Maksudnya? Aku sama sekali tidak mengerti maksud dari ucapan oppa.”
“Joahaeyo.” Kata Henry akhirnya. “Saranghaeyo, Nara.” Ulangnya. “Aku menyukaimu sejak aku bertemu denganmu di bandara untuk yang pertama kalinya.”
“Oppa, kau sedang bercanda. Masalah perasaan jangan dibuat sebagai lelucon. Itu hanya akan menyakiti hati orang saja.” Ucap Nara.
“Aniyeo. Aku sama sekali tidak bercanda. Aku serius. Aku sangat menyukaimu, Nara. Dan kau tahu, kaulah orang yang sesuai denganku. Setelah dia, yang telah pergi tiga tahun yang lalu.” Ujar Henry. Matanya masih memandang Sungai Han. Lampu-lampu di pinggir Sungai Han sudah mulai menyala. Dan mereka juga sudah mulai bisa memandang keindahan Banpo Bridge di malam hari.
“Dia? Dia siapa?” Nara semakin tidak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh Henry sejak tadi.
“Pacar pertamaku. Dia sudah meninggal tiga tahun yang lalu. Dia mengidap leukemia stadium lanjut dan akhirnya dia meninggal di Kanada saat menjalani pengobatan.” Henry menceritakan masa lalunya pada Nara dan gadis itu mendengarkannya. Hingga pada saatnya keheningan melanda mereka berdua. Nara, would you be my girl friend?” Akhirnya Henry melontarkan pertanyaan untuk sebuah kepastian.
Nara terpaku menatap Henry yang duduk di sebelahnya. “Oppa.” Dia bergumam kecil. Nara ingin memastikan apa yang didengarnya tidak salah.
“Araseyo, jika kau menerimaku itu hanya akan membuatmu tersiksa. Dua hari lagi, kau akan pulang ke Indonesia. Dan memang hal yang sangat tidak mungkin kau menerimaku. Karena, kau tidak mungkin berpacaran jarak jauh denganku. Atau hal lain, kita baru saling mengenal. Dan tiba-tiba aku bertanya tentang sebuah kepastian padamu.” Ucap Henry. Kemudian dia menghela nafas. “Namun, kau harus tahu satu hal. Aku sangat menyukaimu, Nara.”
Nara masih terpaku menatap Henry yang sama sekali tidak melihatnya. Pandangan pria itu masih tertuju ke depan. Gadis itu bingung tentang perasaannya. Dia mengingat semua ucapan Hye Kyo, dan ternyata kakaknya benar. Henry menyukai dirinya. Dan selama ini, Nara hanya memandang Henry sebagai idola. Tapi, Nara masih merasakan perasaan itu. Perasaan yang berbeda jika berada di dekat Henry.
“Nara, tidak masalah jika kau menolakku. Aku hanya ingin, kau katakan iya atau tidak. Tidak lebih dari itu.” Ucap Henry yang kemudian menatap wajah Nara dalam.
Nara terdiam sejenak, dia harus memastikan bahwa perasaan itu benar. Dan akhirnya, dia mengangguk. “Ne.” Jawabnya singkat. “Aku juga sadar, bahwa aku menyukai oppa bukan hanya sekedar idola belaka. Aku suka dengan kepribadian oppa yang apa adanya.”
“Jeongmalyo?” Henry tidak percaya dengan apa yang diucapkan Nara tadi. Ia terus memastikan bahwa Nara tidak bercanda padanya. Dan memang Nara juga serius padanya. “Gomawo, Nara. Walaupun kita tinggal di negara yang berbeda dan tidak pernah bertemu kelak, aku janji aku tidak akan pernah mengkhianatimu.”
Nara tersenyum mendengarnya. Hatinya terasa lebih ringan saat ini. Dia merasakan kebahagiaan yang sangat besar malam ini. Kemudian, Henry membawanya ke dalam pelukan hangat. Tentu, ia merasakan perasaan itu lagi.
“Saranghaeyo, Nara.” Bisik Henry di telinga gadis itu. Ia masih mendekap gadis itu dalam pelukannya.
“Na ddo, oppa.” Balas Nara.
Henry melepaskan pelukannya dan menatap wajah Nara sejenak. Ia tersenyum. Kemudian, dia mendekatkan wajahnya ke wajah Nara. Dia mencium bibir Nara lembut.
“Yagsoghaeyo.” Gumam Henry.
“Nan oppadeul mideoyo.” Jawab Nara.
***
Pagi ini, Nara mulai mempersiapkan apa saja yang akan ia kenakan besok. Besok adalah hari keberangkatan Nara ke Indonesia. Sejak pagi, ia membereskan kamarnya. Ia memasukkan semua barang-barangnya ke dalam koper. Namun, ada satu hal yang ia keluarkan lagi dari kopernya. Buku harian yang setiap hari ia tulis selama berlibur di Korea. Buku itu adalah kenangannya saat berada di Korea. Dia meletakkannya di atas meja.
“Nara, malam ini kita tidur bersama saja. Besok kau kan sudah pulang ke Indonesia.” Ucap Hye Kyo sambil memandang kamar Nara yang sudah rapi. Jauh lebih rapi dibandingkan saat dia pertama kali masuk ke dalam kamar itu.
“Tentu saja, eonni. Kita akan tidur bersama malam ini.” Nara mendesah. “Kenapa waktu ini berjalan sangat cepat?”
“Molla. Aku juga ingin waktu ini berjalan sedikit lebih pelan. Agar kau bisa lebih lama lagi di Korea. Tapi, kau sangat beruntung tahun ini.”
“Beruntung kenapa?”
“Soal Xian Hua. Kau hebat, bisa membuatnya begitu tertarik padamu.”
“Eonni, cinta itu datang secara alami. Bukan karena paksaan atau kebetulan.” Ucap Nara. “Ah! Sore ini, Xian Hua oppa mengajakku pergi ke Namsan Seoul Tower. Aku boleh kan pergi dengannya?”
“Tentu saja. Aku tidak punya hak untuk melarangmu pergi dengannya. Kau sekarang kan sudah menjadi pacarnya.” Kata Hye Kyo.
Nara tertawa kecil, “jangan bicara seperti itu, eonni. Aku akan pulang secepatnya.” Ucap Nara.
“Memang sudah seharusnya.” Balas Hye Kyo sambil mengedipkan sebelah matanya.
***
Siang ini, Henry sibuk membongkar lemari pakaiannya. Dia bingung harus memakai baju apa malam ini. Secara ini adalah pertemuan terakhirnya dengan Nara. Dia dan Nara akan pergi ke Namsan Seoul Tower sore ini. Dan jam tiga, ia sudah harus menjemput Nara di flatnya.
Henry terus mengacak-acak lemari pakaiannya. Dia benar-benar bingung memilih baju yang akan ia kenakan sore ini. Hal ini membuat Han Kyung, Eun Hyuk, Dong Hae dan Kyu Hyun bingung melihat Henry.
“Ya, Liu Xian Hua! Sedang apa kau dari tadi?” Tanya Kyu Hyun.
“Aku sedang mencari kemeja biruku yang kubeli di Bangkok.” Jawab Henry.
“Memangnya kau mau ke mana?”
“Aku mau pergi ke Namsan Seoul Tower dengan Nara.” Jelasnya.
“Aahh…~ Aku baru ingat kalau kau sekarang sudah berpacaran dengannya.” Ucap Kyu Hyun sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Hyeong, apa kau lihat kemejaku?” Tanya Henry setelah dia selesai membongkar lemarinya secara total.
“Aniyeo. Coba kau lihat dulu di kopermu. Hanya kau yang belum membongkar koper sejak kepulangan kita ke Korea.” Ucap Han Kyung.
Henry langsung meraih kopernya dan membongkarnya. Dan akhirnya dia menemukan kemeja biru yang dia beli di Bangkok waktu itu. “Aku menemukannya.” Ucapnya.
“Dasar pelupa!” Oceh Kyu Hyun.
“Geurom, jigeum aku harus bersiap-siap. Sebentar lagi, aku harus menjemput Nara di flatnya.” Henry langsung melesat menuju kamar mandi. Setelah itu dia mengenakan kemeja birunnya. Dia sangat tampan hari ini dalam balutan kemeja barunya itu.
“Tumben sekali kau berpakaian serapi itu.” Ucap Eun Hyuk.
Wajah Henry memerah. “Haha… Aku pergi dulu sekarang. Sampai jumpa.” Kemudian Henry langsung melesat menuju mobilnya dan melajukannya menuju flat Hye Kyo. Sesampainya di sana, ia melihat Nara sudah menunggunya di bawah. Gadis itu mengenakan gaun pendek berwarna sapphire blue, sama seperti warna identik Super Junior. Henry memanggil gadis itu dan menyuruhnya masuk ke dalam mobil.
“Tak kusangka, kau sangat cantik hari ini.” Puji Henry.
Nara hanya mengulas senyuman tipis di bibirnya. Ia tersipu malu mendengar pujian Henry.
Tak lama kemudian, mereka tiba di Namsan Seoul Tower. Mereka mendaki gunung Namsan agar mereka dapat menaiki kereta gantung yang menuju Namsan Seoul Tower. Dan dalam waktu yang singkat, mereka tiba di dalamnya.
Ini pertama kalinya, Nara menginjakkan kakinya di Namsan Seoul Tower. Ia ingat betul tempat ini digunakan sebagai latar belakang pembuatan video musik salah satu lagu andalan Super Junior di album kedua. Ia memandang sekitarnya, dan ia takjub dengan keadaan di dalam sana. Sangat indah.
Dia berdiri di sisi jendela, dan menatap ke arah luar sana. Ia dapat memandang kota Seoul secara keseluruhan. Sangat kebetulan, ia dapat melihat sunset dari sana. Ia melihat pergerakan matahari yang perlahan-lahan pergi dari hadapannya. Langit yang biru berubah menjadi kuning kemerahan. Kemudian, lampu-lampu di sepanjang jalan mulai menyala dan menyinari kota Seoul sore itu.
“Nara, lebih baik momen seperti ini diabadikan dalam kamera.” Usul Henry kemudian dia mengarahkan lensa kamera handphonenya ke hadapannnya dan Nara. Dia merangkul pundak Nara dan latar belakangnya adalah pemandangan kota Seoul di sore hari. “Jeongmal yeppu. Foto ini pasti akan menjadi foto terhebat yang pernah kumiliki.” Kata Henry sambil mengeset wallpaper handphonenya dengan fotonya dan Nara.
Kemudian, dia mengajak Nara makan malam di Sky Café yang sangat terkenal di Namsan Seoul Tower. Dari Sky Café, mereka dapat melihat kota Seoul lebih luas lagi. Karena letaknya ada di atas. Mereka berdua sangat menikmati acara makan malam saat itu.
Usai makan malam, Henry mengajak Nara untuk pergi ke lantai teratas, yaitu atap Namsan Seoul Tower. Di sana ia melihat banyak gembok-gembok yang digantungkan di pagar besi.
“Oppa, untuk apa gembok-gembok itu?” Tanya Nara.
“Ah! Aku juga membawanya. Tempat ini dinamakan Locks of Love. Dinamakan seperti itu karena orang-orang percaya jika kita menggantungkan gembok mereka di sana, maka mereka tidak akan berpisah dengan orang-orang yang mereka sayangi. Jadi, berhubung kita pergi ke sini, aku juga membawa sepasang gembok untuk kita.” Henry memberikan sebuah gembok pada Nara. “Kau buka gembok itu dan gabungkan dengan gembok milikku.” Nara pun melakukan sesuai yang apa Henry katakan. Lalu, Henry membawa gembok itu dan menggantungkannya di pagar besi itu. “Dengan begitu, aku percaya cinta kita tidak akan pernah terpisahkan.” Ucapnya lalu dia membuang kunci itu.
“Aku akan percaya hal itu juga.” Kata Nara. “Oppa, ini buku harianku selama di Korea. Aku harap, kau mau menyimpannya sampai akhirnya kita bertemu lagi.” Nara memberikan buku berwarna cokelat itu pada Henry.
“Tenang saja, aku pasti akan menyimpannya. Gomawo, karena kau mau percaya padaku.”
“Gomawo ddo, karena oppa telah memperhatikan aku selama aku ada di sini. Aku sangat senang karena aku telah diizinkan untuk mengenal oppa dan anggota Super Junior lainnya.” Nara tersenyum pada Henry. “Besok siang, aku akan kembali ke Indonesia. Pesawatku akan berangkat pukul sebelas. Aku harap oppa bisa pergi ke bandara.”
“Tentu saja. Sangat kebetulan, besok kami tidak memiliki jadwal apapun. Jadi, aku akan menjamin kami semua bisa pergi ke bandara besok.”
Nara mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia hanya bisa tersenyum saat ini. Karena ia tidak tahu apa yang harus ia katakan saat ini.
Henry menatap Nara dan membawanya ke dalam pelukannya. Pelukannya untuk terakhir kali. Karena untuk hari-hari selanjutnya, ia hanya bisa bertemu Nara secara tidak langsung, melalui webcam.
***
Pagi-pagi, Nara dan Hye Kyo sudah pergi ke bandara. Tentu, Nara tidak ingin ia buru-buru karena dikejar waktu. Pertama, ia mengurus segala keperluannya di bandara, dari surat-surat sampai tiket.
Sekarang sudah jam sembilan pagi. Ia hanya menunggu Henry dan yang lainnya datang ke bandara. Dan tak lama kemudian, mereka tiba di sana.
“Oppa!” Seru Nara.
Henry melihat Nara dan Hye Kyo sedang duduk di toko donat. Dia dan teman-temannya segera menghampirinya.
“Annyeong haseyo!” Sapa Han Kyung. “Kau akan pulang hari ini?”
Nara mengangguk. “Aku harap Super Junior juga mau ke Indonesia untuk mengadakan konser besar seperti kemarin.”
“Tentu saja. Kami pasti akan mengadakan konser di Indonesia. Hanya saja, kami belum menentukan waktunya. Jadi, kau tunggu saja.” Ucap Han Kyung.
“Nanti kalau kami ke Indonesia, kau harus menjemput kami di bandara, okay?” Kata Kyu Hyun.
“Tenang saja. Aku pasti akan mengajak kalian ke tempat-tempat yang hebat di sana.” Balas Nara.
“Nara ssi, kau hati-hati di jalan. Kalau kau sudah sampai, kau langsung hubungi kami semua.” Ucap Eun Hyuk.
“Mmm… Gomawo atas perhatianmu.”
“Oh iya, aku akan menunggu kartu pos darimu. Karena aku mengoleksi banyak kartu pos dari berbagai negara.” Kata Dong Hae.
“Tenang saja. Pasti aku akan mengirimkannya untukmu.” Ucap Nara. Lalu, ia melirik jam tangannya. “Sudah waktunya aku masuk. Aku sangat senang, karena selama aku berlibur di sini aku mendapatkan banyak pengalaman baru dengan kalian semua. Aku bisa mengenal kalian adalah sesuatu yang sangat hebat.”
“Sama-sama. Kami juga sangat senang bisa mengenal fans sepertimu.” Balas Han Kyung.
“Nara, lebih baik kau pakai mantelku. Mantelmu terlalu tipis untuk di dalam pesawat. Aku tidak ingin kau sakit.” Ucap Henry sambil memakaikan mantel putihnya di tubuh Nara.
“Aahh… Jeongmal gomawoeyo, oppa.” Lalu Nara memeluk Henry.
“Nara, tolong sampaikan salamku untuk appa dan eomma. Aku pasti akan ke Indonesia secepatnya. Aku sangat merindukan mereka.” Kata Hye Kyo.
Nara mengangguk. “Aku selalu menunggu kedatangan eonni di Indonesia.” Ucapnya sambil merangkul Hye Kyo erat. Dan setitik air mata mengalir dari pelupuk mata Nara. “Eonni, sekarang aku harus pergi.”
“Jaga dirimu.” Kata Hye Kyo lirih. Air matanya pun keluar membasahi pipinya.
“Oppa, annyeong.”
Satu per satu, Han Kyung, Eun Hyuk, Dong Hae, Kyu Hyun, memeluk Nara bergantian. Dan yang paling terakhir adalah Henry.
Nara melangkahkan kakinya menuju ruang check in dan tak lama kemudian ia menghilang di dalam sana. Dia akan segera meninggalkan Korea dan kembali ke Indonesia. Liburan kali ini adalah liburan terhebat yang pernah menghiasi kamus hidupnya.
***
Malam harinya, Henry membaca satu per satu tulisan Nara yang ada di dalam buku harian itu. Tak jarang, ia tertawa karena tulisan-tulisan Nara di sana yang selalu menceritakan tentang Super Junior dalam buku hariannya selama dia di Indonesia. Walaupun Nara tinggal di Indonesia, dia sangat pandai berbahasa Korea. Tulisan Hanjanya pun sangat rapi.
Hari pertama di Korea, gadis itu bercerita tentang pertemuannya dengan pria misterius di bandara yang menolongnya. Dia tersenyum membaca tulisan Nara itu.
Hari ketujuh, gadis itu bercerita tentang acara konser Super Junior yang hebat di Seoul Olympic Fencing Gymnasium. Dia juga bercerita, secara detail tentang pertemuan pertamanya dengan Henry Lau di awal konser. Juga pertemuan pertamanya dengan Han Kyung, Eun Hyuk, Dong Hae dan Kyu Hyun setelah konser berlangsung.
Hari kesepuluh, gadis itu bercerita tentang Henry lagi. Pria itu mengajaknya pergi untuk pertama kalinya. Dia sangat senang, karena dia mendapat kesempatan untuk bertemu dengan Henry lagi.
Hari kelima belas, dia menulis tentang Henry yang mengajaknya pergi ke Gwanghwamun Plaza untuk bermain di City Hall Fountain. Hari itu adalah pertama kalinya dia mencicipi ddokbogi.
Hari ke sembilan belas, dia bercerita tentang Henry yang menyatakan perasaan padanya di depan Sungai Han. Awalnya dia takut untuk berkata iya, karena sebenarnya ia tidak yakin. Namun, akhirnya dia berhasil untuk meyakinkan perasaannya itu.
Hari kedua puluh, ia bercerita betapa hebatnya Namsan Seoul Tower yang mencerminkan wajah Seoul di malam hari. Dia juga menggantungkan gembok pasangan dengan Henry, yang dipercaya oleh orang Korea, kalau menggantungkan gembok di sana pasti dia tidak akan pernah berpisah dengan orang yang ia sayangi.
Hari kedua puluh satu. Henry menatap tulisan itu. Bukankah hari ini adalah hari kedua puluh satu? Tapi, Nara sudah menuliskannya duluan di buku itu. Dia tidak bercerita. Dia menulis sebuah puisi sederhana di sana. Henry membacanya perlahan karena ia tidak ingin melewatkan satu kata pun.
Tommorrow Never Knows
Aku tidak pernah menyangka sebelumnya
Apalagi menduga
Aku hanya menikmati perasaan ini sendirian sejak aku mengenal mereka
Melalui nada dan lukisan sederhana
Yang setiap hari kudengar dan kulihat
Mereka adalah idolaku
Tapi hanya satu yang menarik perhatianku
Aku sangat suka dengan gayanya dan suaranya
Aku sangat mengenalnya karena aku selalu memperhatikannya
Sayangnya, aku tidak sadar bahwa aku bertemu dengannya malam itu
Sampai saatnya, aku benar-benar bertemu dengannya
Aku mengenalnya dan aku semakin menikmati perasaan ini sendirian
Aku sering menyangkal perasaanku ini
Aku kira, aku hanya sekedar suka
Ternyata, tidak
Itu bukan hanya sekedar perasaan biasa yang selalu mengganggu hatiku
Ini sebuah kejutan untukku
Hingga akhirnya ia menyatakan perasaannya padaku
Aku bimbang karena aku sendiri tidak bisa menentukan perasaanku
Tapi aku berhasil, aku berhasil meyakinkan diriku sendiri
Aku sangat senang karena ternyata dia juga menyayangiku
Esok hari tidak akan pernah kuketahui
Apa yang akan terjadi selanjutnya
Aku hanya bisa mendengar kalimat-kalimat bahagia
Walaupun aku tidak sering bertemu dengannya
Henry tersenyum lebar setelah membaca puisi yang sangat sederhana itu. Namun, dibalik kesederhanaan puisi itu ia menemukan banyak arti yang dalam. Ia akhirnya mengetahui bahwa Nara juga menyukainya sejak dulu. Walaupun mereka tidak saling mengenal. Dia hanya bisa berterima kasih pada cinta yang tiba-tiba datang mengisi kekosongan hatinya.
Love comes naturally and without coercion …
Tomorrow Never Knows…
It just a surprise for you…
The End
By Hanami Kaoru
Pengen jadi Nara!
Hahahahahha.
Ceritanya so sweet…….. 🙂